Diberdayakan oleh Blogger.

saha

saha

Selasa, 19 Agustus 2014

Mutiara Ulama Sebuah nasihat berharga dari Syaikh Utsaimin rahimahullah :

0 komentar | Baca Semua...
SaHa -

...
Mungkin saja engkau memakai jam tanganmu, lalu yg melepaskannya dari tanganmu itu pewarisnya...
Mungkin saja engkau menutup pintu mobilmu, lalu yg membukakannya untukmu petugas ambulan...
Mungkin saja engkau memasang kancing bajumu, lalu yg membukakannya untukmu pemandi mayat...
Mungkin saja engkau memejamkan mata saat berbaring di kamarmu, lalu mata itu tidak terbuka lagi melainkan di hadapan Allah Penakluk langit dan bumi pada hari kiamat...
Tidakkah kita melihat bagaimana kita menghidupkan waktu kita, dengan apa kita mengisinya, dan dengan apa hidup kita akan ditutup?!
Ya Allah... sadarkanlah kami dari kelalaian ini.
===========
===========
Biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin :
Beliau adalah salah seorang ulama ahlul hadits. Anggota Haiatul Kibarul Ulama (Badan Ulama Besar) Saudi Arabia. Pengajar di fakultas syari’ah dan ushuludin cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah di Qasim. Memiliki banyak karya tulis yang sangat bermanfaat, diantaranya Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Ushul At Tafsir, Syarah Riyadhus Shalihin Imam an-Nawawi, dan Al Majmu Al Kabir Min Al Fatawa.
1. Kelahiran
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dilahirkan di kota Unaizah, pada tanggal 27 Ramadhan 1347 H, dalam lingkungan keluarga yang dikenal akan ilmu dan ke-istiqamahannya. Kakek beliau dari pihak ibu bernama Syaikh Abdurrahman bin Sulaiman al Damigh. Kepadanyalah beliau belajar, menghafalkan al-Qur-an, dan sebelum menginjak usia 15 tahun beliau telah hafal kitab tentang ushul al-fiqh yaitu “Zaad al-Mustaqniq” dan kitab tentang ilmu nahwu/bahasa yaitu “Alfiyah ibn Malik”. Beliau menguasai sastra Arab, ilmu menghitung dan menulis tulisan Arab.
Tidaklah mudah pada zaman itu seorang pelajar menuntut ilmu sebagaimana saat ini yang begitu mudah fasilitasnya. Pada zaman itu, Syaikh Utsaimin belajar dengan fasilitas yang sederhana, tidak ada tempat belajar, AC, tidak ada lampu khusus untuk belajar, belajar di kamar yang terbuat dari tanah, yang terlihat darinya kandang sapi, sebagaimana beliau menceritakannya.
2. Berguru pada Syaikh Abdurrahman Sa’di
Syaikh Utsaimin belajar di kota Unaizah pada guru beliau yaitu Syaikh Abdurrahman as-Sa’di salah seorang ulama terkemuka di daerah Najd selama 11 tahun. Beliau mengajar di Masjid Jami’ di Unaizah pada tahun 1371 H, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena beliau pergi ke kota Riyadh untuk belajar pada tahun 1372 H setelah meminta izin kepada Syaikh Sa’di guru beliau. Disanalah nampak bahwa beliau orang yang menonjol dalam ilmu agama, dimana beliau mampu meringkas studi selama 2 tahun dalam satu tahun, sehingga beliau dapat menyelesaikan pelajaran yang seharusnya 4 tahun menjadi 2 tahun.
Setelah itu, beliau ditunjuk sebagai pengajar di Ma’had Unaizah al-Ilmi, lalu melanjutkan di Kuliah syariah di Riyadh hingga lulus. Di kota ini, beliau bertemu dan belajar pada guru beliau ke dua, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-, Syaikh Utsaimin sangat terkesan padanya, dimana beliau berucap : “Saya terkesan pada Syaikh bin Baz akan perhatian beliau pada hadits Nabi, dan saya sangat terkesan pula pada akhlak beliau”.
3. Ditawari jabatan sebagai Qadhi (Hakim kepala)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh Mufti kerajaan Saudi Arabia pada waktu itu menawarkan pada beliau untuk menduduki jabatan hakim, bahkan telah menetapkan beliau sebagai hakim kepala di kota al-Ihsa, akan tetapi Syaikh Utsaimin mengajukan udzur tidak dapat menerima jabatan itu, dan beliau lebih mengutamakan untuk melanjutkan belajar pada guru beliau Syaikh Sa’di.
Beliau pernah berkomentar : “Saya banyak terkesan pada Syaikh Sa’di akan cara beliau mengajar, memaparkan ilmu serta memahamkan pada murid dengan contoh dan makna. Demikian pula saya sangat terkesan akan akhlak beliau, karena Syaikh Sa’di mempunyai akhlak mulia, berilmu serta ahli ibadah, beliau bercanda dengan anak-anak, dan tertawa bersama orang dewasa. Dan beliau – masyaa Allah – diantara orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat”.
Tatkala Syaikh Sa’di meninggal dunia pada tahun 1376 H di Unaizah, Syaikh Utsaimin menggantikannya sebagai Imam dan pengajar di Masjid Jami’ di kota itu, disamping tugasnya yang lain yaitu mengajar di Maktabah Unaizah al-Wataniyah dan al-Ma’had al-Ilmi”. Kemudian beliau berpindah mengajar ke fakultas Syariah dan Ushuluddin di cabang Universitas al-Imam Muhammad bin Saud di kota al-Qashim hingga beliau wafat.
4. Semangat yang tinggi
Sepanjang itu, Syaikh Utsaimin menjadi imam, berkutbah jum’at dan mengajar di Masjid, dan Universitas, menjawab pertanyaan seputar hukum agama melalui telepon, ikut serta kegiatan lembaga majelis ulama, ceramah melalui media elektronik, menjadi pengasuh bagi asrama murid-murid, mengunjungi dan duduk bersama mereka, menyampaikan ceramah melalui telepon, ikut serta dalam acara masyarakat pada hari yang membahagiakan mereka, dan menunaikan kewajiban kepada keluarga beliau. Beliau adalah suri tauladan bagi murid-muridnya dalam jihad dan beramal shalih.
Pada suatu pelajaran, Syaikh Utsaimin menyadari ada seorang yang tidak ikut pelajaran sebelumnya, lalu ia bertanya : “Apakah engkau faham terhadap apa yang aku sampaikan?” ia menjawab : “Tidak, ya Syaikh”. Lalu Syaikh Utsaimin bertanya : “Mengapa engkau datang dan hadir dalam pelajaran ini?” murid itu menjawab : “Agar mendapat pahala, sebagaimana hadits : Berdirilah, kalian telah diampuni. Sungguh Aku telah mengganti kejelekan kalian dengan kebaikan”. Ia mengutip sebuah hadits Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- :
“Tidaklah suatu kaum berzikir kepada Allah melainkan ada penyeru dari langit : Berdirilah, kalian telah diampuni. Sungguh Aku telah mengganti kejelekan kalian dengan kebaikan”.
Maka Syaikh Utsaimin gembira mendengarkan jawaban ini dan perhatian terhadapnya.
5. Beliau Seorang Guru sekaligus Pendidik
Tidakklah hubungan Syaikh Utsaimin dengan para muridnya hanya sekedar hubungan ilmu saja. Beliau adalah sosok seorang pendidik sekaligus guru, beliau kunjungi murid-muridnya, menanyakan yang tidak hadir, dan membantu mereka yang butuh pertolongan.
Raja Khalid bin Abdul Aziz pernah menghadiahi pada beliau sebuah bangunan, maka beliaupun menginfakkannya untuk asrama murid-muridnya yang ditempati secara gratis, dan beliau sediakan ruang makan dan juru masaknya untuk menyediakan makanan bagi mereka. Dan beliau sediakan perpustakaan buku dan kaset.
Syaikh Utsaimin benar-benar mempergunakan metode penelitian dan mencari kejelasan dalam masalah ilmu agama, dan mengajarkan yang demikian itu pada murid-muridnya serta menasehati mereka untuk mencari kejelasan dan tidak tergesa-gesa dalam permasalahan yang berhubungan dengan agama. Dan beliau sangat bersemangat untuk menanamkan kepada muridnya sikap tidak fanatik pada suatu madzhab atau suatu pendapat, dan bersikap menerima kebenaran, dimana dalil dijadikan hakim/pemutus permasalahan, sekalipun menyelisihi madzhab beliau, yaitu madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal.
6. Kesederhanaan hidup dan kerendahan hati.
Syaikh Utsaimin termasuk ulama yang bersikap zuhud di dunia, beliau habiskan sebagian besar kehidupannya dalam rumahnya yang terbuat dari tanah. Beliau diberi hadiah dua rumah, namun beliau lebih mengutamakan keduanya untuk asrama murid-muridnya. Beliau tidak pernah meminta upah dari hasil karya-karya beliau yang dicetak atau kaset rekaman ceramah, dan beliau menganggap hal ini sebagai suatu hal yang menghambat ilmu. Beliau berpaling dari gemerlapnya dunia, dalam seminggu beliau mengenakan satu pakaian. Beliau berjalan kaki jika pergi ke masjid dan menolak ajakan salah seorang muridnya untuk pergi ke masjid dengan mobil, dan sepanjang perjalanannya ke masjid tiada henti-hentinya masyarakat baik yang tua maupan yang muda bertanya untuk meminta fatwa tentang permasalahan agama, hingga murid-murid sekolah dasar yang terletak di jalan menuju masjid berkeliling di sekitar beliau mengucapkan salam, dan beliau tidak menolak jabat tangan mereka. Dan jika berkenalan, beliau menyebut namanya langsung tanpa memberi embel-embel gelar beliau.
Suatu ketika ,beliau shalat di Masjidil Haram, setelah itu beliau ingin pergi ke suatu tempat, lalu beliau menyetop mobil taxi. Di dalam mobil terjadilah dialog antara beliau dengan sopirnya seorang Arab dalam masalah agama. Lalu bertanyalah sopir itu : “Siapa nama anda ya Syaikh?” beliau menjawab : “Muhammad bin Utsaimin”. Mendengar hal ini, sopir itu terkejut tidak percaya dan memastikan lagi : “Anda Syaikh Muhammad bin Utsaimin?” lalu beliau membalas : “Ya, Syaikh Utsaimin”. Lalu sopir taxi itu menggelengkan kepalanya sambil meragukan ucapan beliau, dan menganggap ucapan beliau sebagai sikap terlalu berani mengaku sebagai Syaikh Utsaimin. Lalu Syaikh berkata padanya : “Kalau anda, siapa nama anda?” sopir itu menjawab : “Syaikh Abdul Aziz bin Baz” (Seorang ulama ahlulhadits, Anggota Kibarul Ulama (Dewan Ulama Besar) dan Ketua Lajnah Daimah Saudi Arabia). (si sopir menjawab sekenanya, lantaran tidak percaya dengan jawaban Syaikh Utsaimin). Syaikh Utsaimin pun tertawa, lalu bertanya lagi : “Kamu Syaikh Abdul Aziz bin Baz?” sopir itu membalas : “Ya, sebagaimana anda (mengaku) Syaikh Utsaimin”.
Demikianlah keadaan Syaikh, jika beliau diantara para ulama, beliau adalah seorang ulama terkemuka yang tidak dapat diingkari seorangpun, dan jika diantara masyarakat biasa beliau seperti mereka.
7. Menasehati Dengan Lemah lembut
Suatu ketika, Syaikh Utsaimin menunaikan umrah bersama sahabat-sahabat beliau, dan di saat kembali ke penginapan, mereka melalui sekelompok pemuda bermain sepak bola. Lalu Syaikh berhenti dan menasehati mereka agar menunaikan shalat, akan tetapi mereka malah berpaling dari beliau dan tidak mengindahkan nasehatnya. Lalu beliau meminta kepada sahabat-sahabat beliau yang menemani agar pulang terlebih dahulu ke penginapan dan meninggalkan beliau bersama para pemuda dalam keadaan sendirian dan beliau berkeinginan keras agar para pemuda itu pergi menunaikan shalat. Syaikh pun menasehati mereka, lalu salah seorang diantara mereka memaki beliau dengan kata-kata yang jelek. Akan tetapi, beliau tidak menghiraukannya dan menyambut celaan itu dengan senyuman dan sikap mengasihi. Semua ini berlangsung dan mereka tidak mengetahui siapa Syaikh yang menasehati mereka, akhirnya merekapun mau mengikuti nasehat Syaikh, dan salah seorang pemuda yang mencela Syaikh tadi mengantarkan beliau ke penginapan, dan setelah sampai di penginapan pemuda itu baru tahu siapa jati diri Syaikh, lalu ia pun menangis serta meminta maaf dan Syaikh pun memaafkannya dan mengajarkan padanya cara berwudhu serta shalat, dan sejak saat itu pemuda itu menjadi seorang pemuda yang shalih taat beragama.
8. Bersemangat dalam Amal kebajikan dan tolong menolong.
Adapun dalam amal kebajikan yang beliau ikut berperan dengan hartanya, sebagian besar tidak diketahui oleh masyarakat, karena beliau sangat berusaha agar tidak diketahui sebagaimana hal ini dikatakan salah seorang muridnya. Beliau memberikan bantuan kepada siapa saja yang ingin menikah dan membayar separoh maharnya jika terpenuhi syarat-syaratnya. Beliau memberikan bantuan kepada orang-orang fakir dan mereka yang membutuhkan, bersama tiga orang muridnya beliau mendirikan pondok Tahfidzul Qur’an di kota Unaizah, membangun beberapa masjid di sejumlah tempat di negerinya, dan menginfakkan tiga juta real untuk pembuatan sumber air di Unaizah, sebagaimana juga beliau ikut andil dalam pembangunan masjid di luar negeri : seperti di Eropa, Amerika, Bangladesh dan lainnya.
(Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 27, hal. 45-50)
Semoga Allah merahmati beliau.

Senin, 18 Agustus 2014

Meluruskan Salah Paham Tentang Jihad

0 komentar | Baca Semua...

 http://muslim.or.id/wp-content/uploads/2014/08/jihad-300x150.jpg

Jihad, sering kali didengungkan dan dikobarkan oleh berbagai kalangan. Namun demikian, seiring dengan dengungan tersebut kata jihad salah dipahami. Kebanyakan kita mengira bahwa jihad adalah satu amalan simpel, yaitu angkat senjata lalu arahkan kepada setiap orang yang dianggap kafir atau memusuhi agama Allah, maka selesai dan pasti surga.
Pemahaman ini semakin menjadi parah bila anda membicarakan tema ini dengan emosi dan “darah muda” dalam menyikapi kondisi ummat Islam yang tertindas dan dibantai.
Jihad sebagaimana amalan lainnya, haruslah disikapi secara proporsional dan terukur. Mengingat jihad bukan hanya dengan angkat senjata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ما من نبي بعثه الله في أمة قبلي إلا كان له من أمته حواريون، وأصحاب يأخذون بسنته ويقتدون بأمره، ثم إنها تخلف من بعدهم خلوف يقولون ما لا يفعلون، ويفعلون ما لا يؤمرون، فمن جاهدهم بيده فهو مؤمن، ومن جاهدهم بلسانه فهو مؤمن، ومن جاهدهم بقلبه فهو مؤمن، وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل رواه مسلم
Tiada seorang Nabi pun yang diutus di suatu kaum sebelumku melainkan mereka memiliki pengikut setia dan sahabat. Para pengikut setia tersebut meneladani ajaran para Nabinya, dan mematuhi perintahnya. Selanjutnya, datang generasi penerus mereka yang berbeda sikap; mereka bertutur kata yang tidak mereka terapkan sendiri, dan mengamalkan hal-hal yang tidak diajarkan kepada mereka. Barang siapa yang berjihad memerangi mereka dengan kekuatan yang ia miliki maka ia adalah orang yang beriman. Barang siapa yang berjihad memerangi mereka dengan lisannya maka ia juga orang yang beriman. Dan barang siapa yang berjihad melawan mereka dengan hati (membenci mereka) maka ia juga orang yang beriman. Dan tiada keimanan sedikitpun bagi selain ketiga kelompok tersebut” (Riwayat Muslim).
Pada hadits ini nampak dengan jelas, bahwa jihad bisa dilaksanakan dalam bentuk ucapan dan juga keyakinan. Juga menunjukkan bahwa pihak yang wajib di-jihad-i bukan hanya orang orang kafir, dan tidak setiap orang kafir wajib atau boleh diperangi alias dibunuh.
Bahkan diantara orang orang yang wajib di-jihad-i (diperangi) adalah orang orang munafik alias musuh dalam selimut. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Wahai Nabi, tegakkanlah jihad melawan orang orang kafir dan orang orang munafik serta bersikaplah tegas kepada mereka semua, sedangkan tempat kembali mereka semua ialah neraka jahannam, dan sungguh itu adalah seburuk buruk tempat kembali” (QS. At Taubah 73).
Musuh dari luar semua orang mengenalnya dan mengetahui kewajiban untuk memerangi mereka. Namun musuh dalam selimut, musang yang berbulu domba hanya segelintir orang yang dapat mengenali mereka dan tentunya lebih sedikit lagi yang berani menyibak tabir yang menutupi wajah bengis mereka. Di saat yang sama, betapa banyak dari umat Islam yang terperdaya dan bersimpati kepada mereka, sehingga bersahabat dengan mereka.
Kedua dalil di atas membuktikan bahwa anggapan bahwa jihad hanya berupa jihad melawan negara Yahudi atau Amerika saja adalah pemahaman yang “cupet”. Akibatnya banyak dari kita yang terperdaya sehingga hanyut dalam perangkap musuh dalam selimut.

Penulis: Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.
Artikel Muslim.Or.Id

Selasa, 12 Agustus 2014

Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (2): Macam-Macam Tauhid dan Faedahnya

0 komentar | Baca Semua...

Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (2): Macam-Macam Tauhid dan Faedahnya
Oleh: Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu
Soal 1:
Apa maksud Allah mengutus para Rasul?
Jawab 1:
Allah mengutus para Rasul supaya mereka berda’wah mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi syirik, sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Artinya: “Dan sungguh telah kami utus kepada setiap umat itu seorang rasul (agar menyeru kepada umat-nya): Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (Terj. An-Nahl: 36)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ألأنبياء إخوة …… ودينهم واحد {حديث صحيح متفق عليه
Artinya: “Para Nabi itu bersaudara dan dien mereka satu.” (Hadits shohih riwayat Bukhori)
-
Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah?
Jawab 2:
Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan-Nya seperti menciptakan, memelihara dan sebagainya. Allah berfirman:
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” (Terj. Al-Fatihah: 2)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أنت رب اسموات ولأرض
Artinya: “Engkaulah Rabb langit dan bumi.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-
Soal 3:
Apa yang dimaksud Tauhid Uluhiyah?
Jawab 3:
Tauhid Uluhiyah adalah mentauhidkan Allah dalam beribadah seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar dan sebagainya. Allah berfirman:
وَإِلَـهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Dan Ilahmu itu adalah ilah yang satu, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang.” (Terj. Al-Baqarah: 163)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فليكن أول ماتدعوهم إليه شهادة أن لاإله إلا الله
Artinya: “Maka hendaklah yang pertama kamu serukan kepada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Bukhari:
إلي أن يواحدوا الله
Artinya: “Sampai mereka mentauhidkan Allah.”
-
Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifatillah?
Jawab 4:
Tauhid Asma’ dan Sifat adalah menetapkan semua sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sebagaimana Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati-Nya dalam hadits shohih sesuai dengan hakekatnya tanpa ta’wil, tafwidh, tamtsil, dan tanpa ta’thil (*), seperti istiwa’, turun (ke langit dunia), dan lain-lain yang menuju pada kesempurnaan-Nya.
Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, sedang Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ينزل الله في كل ليلة في سماء الدنيا
Artinya: “Allah turun ke langit dunia pada setiap malam.” (Hadits shohih riwayat Muslim)
Maksudnya, turunnya Allah itu sesuai dengan kemuliaan-Nya, tidak menyerupai turunnya salah satu dari makhluk-Nya.
(*)
1. Ta’wil di sini yang dimaksud sesungguhnya adalah tahriif. Ahlul bid’ah sengaja menyebut diri mereka ahli ta’wil untuk melariskan kebid’ahan mereka. Padahal pada hakekatnya semua itu adalah tahriif. Arti tahriif adalah merubah lafazh (teks) dan makna (pengertian) nama-nama atau sifat-sifat Allah, seperti pernyataan golongan Jahmiyah (pengikut Jahm bin Sofwan) mengenai Istawa yang mereka ubah menjadi Istawla (menguasai), dan sebagian ahli bid’ah lain yang menyatakan arti al-ghadhab (marah) bagi Allah adalah kehendak untuk menyiksa, dan makna ar-rahmah adalah kehendak memberi nikmat. Semua ini adalah tahriif. Yang pertama tahriif lafzhi (tekstual) dan yang berikutnya adalah tahriif secara makna.
2. Tafwidh artinya menyandarkan makna atau interpretasi dari kalimat-kalimat yang menunjukkan nama dan sifat Allah Ta’ala kepada Allah. Misalnya, kalimat يذ الله (tangan Allah), yang mengetahui maknanya adalah Allah. Pernyataan ini adalah ucapan ahlul bid’ah yang paling buruk. Tidak ada satupun salafus shaleh yang berbuat demikian. Bahkan seperti yang ditegaskan oleh Imam Malik ketika ditanya, bagaimana istiwa’ itu? Beliau menjawab, istiwa’ sudah kita ketahui maknanya, al-kaifu (bagaimana hakekatnya) tidak dikenal, beriman bahwa Allah istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy hukumnya wajib. Mempertanyakan bagaimana (hakekat bentuknya) adalah bid’ah.
3. Tamtsil artinya menyerupakan atau menyamakan. Maksudnya menetapkan adanya sifat-sifat Allah dan menyatakan sifa-sifat itu sama dengan sifat makhluk-Nya. Sedangkan prinsip Ahlus Sunnah dalam menyatakan bahwa Zat Allah tidak sama seperti zat kita atau mirip zat kita dan seterusnya. Begitupula dengan sifat-Nya. Ahlus Sunnah tidak mengatakan bahwa sifat Allah seperti sifat yang ada pada kita. Kita tidak akan mengatakan tangan-Nya seperti tangan kita, kaki-Nya seperti kaki kita dan seterusnya. Namun wajib atas setiap mu’min untuk tetap berpedoman dengan firman Allah:
ليس كمثله شي ء
Artinya: “Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan:
هل تعلم له سميا
Artinya: “Adakah kamu tahu ada yang sama dengan-Nya?” (Terj. Maryam: 65)
Adapun maksud kedua ayat ini adalah bahwasanya tidak ada satupun yang menyerupai dan menyamai-Nya.
4. Ta’thil artinya meniadakan dan menghapus atau mengingkari semua sifat dari Allah. Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya melakukan hal ini. Karena itulah mereka dinamakan juga Mu’aththilah (pelaku ta’thil). Pendapat mereka ini sangat jelas kebaitlannya. Tidak mungkin di dunia ini ada satu zat yang tidak mempunyai sifat. Al-Qur’an dan As-Sunnah menyebutkan adanya sifat-sifat Allah itu dan sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
5. Kami tambahkan di sini satu prinsip lagi yang belum disebutkan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yaitu At-Takyiif yang artinya mempertanyakan ‘bagaimana bentuk hakekat’ sifat Allah yang sesungguhnya. Maka diantara prinsip Ahlus Sunnah dalam masalah sifat ini adalah tidak mempertanyakan: Bagaimana istawa’ Allah, bagaimana tangan-Nya, bagaimana wajah-Nya? Dan seterusnya. Karena membicarakan sifat itu sama halnya dengan membicarakan zat. Sehingga, sebagaimana Allah mempunyai Zat yang tidak kita ketahui hakekat bentuknya, maka demikian pula sifat-sifat-Nya, kita tidak mengetahui bagaimana hakekat dan bentuk atau wujud sifat itu sesungguhnya. Dan juga karena tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Allah, maka semua itu harus diiringi pula dengan keimanan kita terhadap hakekat maknanya. (Maksudnya, arti kata dari sifat itu kita ketahui tapi hakekat bentuk atau wujudnya seperti apa kita tidak tahu, wallahu a’lam -ed).
-
Soal 5:
Dimana Allah?
Jawab 5:
Allah itu tinggi di atas ‘Arsy di atas langit. Firman Allah:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya: “Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) yang tinggi di atas ‘Arsy.” (Terj. Thaaha: 5)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن الله كتبا …… فهو عنده فوق العرش
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menuliskan takdir, dan kitab catatan takdir itu ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-
Soal 6:
Apakah Allah bersama kita?
Jawab 6:
(Ya). Allah bersama kita dengan pendengaran-Nya, penglihatan-Nya dan ilmu-Nya (**), seperti firman Allah:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya: “Janganlah kamu berdua takut, karena sesungguhnya Aku bersama kamu berdua (Musa dan Harun) sedangkan aku mendengar dan melihat.” (Terj. Thaha: 46)
Dan sabda Rasulullah:
إنكم تدعون سميعا قريبا وهو معكم )أي بعلمه(
Artinya: “Sesungguhnya kalian berdo’a kepada yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia senantiasa bersama kalian (yakni, dengan ilmu-Nya).” (Hadits riwayat Muslim)
(**)
Maksudnya di sini, Allah mendengar semua pembicaraan (rahasia maupun terang-terangan), melihat dan mengetahui semua tindak tanduk hamba-hamba-Nya, wallahu a’lam.
-
Soal 7:
Apa faedah tauhid?
Jawab 7:
Faedah tauhid adalah untuk memperoleh keamanan dan keselamatan dari siksa di akhirat, mendapatkan hidayah (petunjuk) Allah di dunia dan menutup atau menghapus dosa-dosa.
Firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Terj. Al-An’am: 82)
“Kezaliman” yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan. (***)
(***)
Sebagaimana disebutkan dalam shahih dari Ibnu Mas’ud ketika dibacakan ayat ini, mereka mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapa dari mereka yang selamat dari kezhaliman? Tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
ليس كما تقولون ، ألم تسمعوا قول لقمان
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيأ
Artinya: “Hak hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-bersambung insya Allah-

Agama Baru Bahaiyyah, Apakah Kafir?

0 komentar | Baca Semua...

Ajaran Bahaiyyah adalah agama yang baru di negeri ini bahkan diisukan sudah akan diresmikan oleh pemerintah. Bagaimana pandangan Islam mengenai ajaran ini?Syaikh Ibnu Baz pernah ditanya mengeani aliran Bahaiyyah. Ajaran tersebut mengaku adanya nabi sepeninggal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah boleh menguburkan mereka di pemakaman kaum muslimin?
Jawaban dari Syaikh Ibnu Baz, “Jika memang ajaran dari Bahaiyyah sebagaimana yang kalian sebutkan, maka ia kafir. Tidak boleh menguburkan mereka di pemakaman kaum muslimin. Karena siapa saja yang mengklaim masih ada Nabi sepeninggal Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ia benar-benar pendusta dan kafir berdasarkan nash dan ijma’ -kata sepakat- kaum muslimin. Itu juga berarti telah mendustakan firman Allah Ta’ala,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. ” (QS. Al Ahzab: 40).
Begitu pula terdapat hadits yang banyak yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa tidak ada Nabi lagi sepeninggal beliau dan beliau adalah penutup para nabi.
Begitu pula jika ada yang mengklaim bahwa Allah bersatu dengan nabi tadi atau bersatu dengan satu satu makhluk, ia pun kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Karena Allah Ta’ala tidaklah bersatu dengan salah satu dari makhluk-Nya. Allah itu begitu Agung dan Besar. Siapa yang berkeyakinan seperti itu, maka ia kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Ia telah mendustakan berbagai ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa sebenarnya Allah berada di atas ‘Arsy, menetap tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Allah itu Maha Tinggi dan Maha Besar, tidak ada yang serupa dan semisal dengan Allah. Allah Ta’ala telah memberitahukan pada hamba-Nya,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Al A’raaf: 54).
Begitu pula disebutkan dalam firman Allah,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thoha: 5)
Juga disebutkan dalam ayat lainnya,
فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Ghofir: 12)
Allah Ta’ala berfirman pula,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik[1249] dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10).
Juga ada banyak ayat yang menyebutkan bahwa Allah itu menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya dan beristiwa’ sesuai dengan keagungan-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang serupa dengan Allah. Hanya Allah yang mengetahui hakekat Dia beristiwa’. Begitu pula mengenai hakekat Zat Allah, hanyalah Dia yang mengetahui. Itulah yang diterangkan oleh Allah dan inilah yang menjadi prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sudah dijelaskan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah juga yang menjadi keyakinan khulafaur rosyidin, para sahabat, tabi’in dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga saat ini.
Ketahuilah wahai saudaraku. Aku sendiri sebenarnya belum mengetahui mengenai kitab-kitab ajaran Bahaiyyah hingga saat ini. Namun aku telah mengetahui dari berbagai info, aliran ini kusimpulkan sebagai aliran sesat, ajarannya ajaran kafir, bukanlah Islam. Dari apa yang telah kusebutkan bisa menjawab pertanyaan di atas.
Setelah itu aku menelaah dan meneliti, terdapat dalam Majalah Al Hadai An Nabawi yang diterbitkan di Mesir sebanyak empat jilid, terbit di bulan Ramadhan dan Dzulqo’dah tahun 1368 H, yang ketiga diterbitkan pada bulan Rabi’uts Tsani 1369. Diterangkan di situ bahwa Bahaullah adalah Rasul dari aliran Bahaiyyah. Ia mengaku sebagai penghapus syari’at sebelumnya dan meluruskannya. Setiap masa pun dibutuhkan Rasul. Mereka juga mengingkari adanya Malaikat. Hakekat malaikat menurut mereka adalah  arwah mukmin yang berada di atas. Mereka pun mengingkari hari berbangkit. Juga yang mereka ingkari adalah Dajjal. Jelas sekali bahwa mengaku dibutuhkannya Rasul sepeninggal Nabi kita Muhammad seperti yang diyakini oleh aliran Bahaiyyah adalah suatu kekufuran yang nyata.
Allah-lah yang memberi taufik. Tidak ada daya dan kekuatan selain Dia. Kami memohon pada Allah agaran kalian dan saudara kita lainnya dari kaum mukminin mendapatkan taufik untuk mengenal kebenaran dan mengikutinya. Dialah yang Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Muhammad selaku hamba dan utusan Allah, sayyid dan pemimpin kita, begitu pula kepada keluarga dan sahabat, juga yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman. 

Mengapa Harus Belajar Akidah?

1 komentar | Baca Semua...



 

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, bulan Ramadhan tidak lama lagi datang. Semangat dan kesadaran untuk menyambut puasa mulai tumbuh dan bersemi. Sungguh, suatu hal yang harus kita syukuri dan apresiasi.
Puasa, adalah salah satu diantara lima rukun Islam. Sebelum puasa telah ada dua kewajiban besar lain atas kita, yaitu syahadat dan sholat. Sholat dan puasa pun baru diwajibkan setelah sekian lama dakwah tauhid dikumandangkan dan disebarluaskan. Hal ini tentu menunjukkan kepada kita betapa butuhnya ibadah-ibadah yang agung ini -sholat, puasa, dan juga selainnya- kepada landasan akidah yang benar.
Sebagaimana hal itu ditunjukkan oleh firman Allah (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi : 110)
Ibadah kepada Allah tidak akan diterima apabila dilandasi dengan akidah yang rusak dan melenceng jauh dari tauhid dan iman. Ibadah sebesar apapun apabila tercampuri dengan syirik maka ia akan menjadi musnah, lenyap, dan sia-sia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami teliti segala amal yang telah mereka lakukan, kemudian Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan : 23)
Amal-amal yang tidak ikhlas, amal-amal yang tidak ditegakkan di atas tauhid dan sunnah, maka amal-amal itu akan ditolak di sisi Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia sementara mereka mengira bahwa dirinya telah melakukan dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi : 103-104)
Seperti contohnya, kisah yang sudah sangat terkenal tentang pengingkaran sahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma terhadap kaum Qadariyah/penolak takdir. Beliau dengan lantang mengatakan, “Seandainya mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu diinfakkan maka Allah tidak akan menerimanya dari mereka sampai mereka mau beriman kepada takdir.” (HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa amal orang yang tidak beriman tidak diterima, sebesar apapun amal itu. Karena amalan itu tidak dilandasi dengan iman yang benar, yaitu keimanan kepada segala apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya dengan penuh penerimaan dan kepatuhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sebagaimana yang dikehendaki Rasulullah.”
Ini artinya, mengerjakan ibadah puasa -atau ibadah-ibadah lainnya- harus ditopang dengan akidah sahihah. Semata-mata membaguskan amal dan memperbanyak amal tanpa meluruskan akidah dan membersihkannya dari kekafiran dan kemunafikan adalah sia-sia. Sebagaimana halnya, hanya mementingkan ikhlas namun tidak berupaya mengikuti tuntunan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sia-sia.
Dengan demikian, seorang yang menjalankan ibadah puasa, akan tetapi masih memiliki amal-amal yang tergolong dalam syirik akbar atau kufur akbar, maka tidaklah berguna puasa yang dia lakukan. Oleh sebab itu, Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dibukanya pintu surga di bulan Ramadhan adalah untuk orang beriman, adapun orang kafir maka pintu surga itu tertutup bagi mereka.
Diantara bentuk kufur akbar yang banyak tersebar di masa kini adalah anggapan bahwa semua agama benar. Semua agama itu -menurut mereka- adalah jalan-jalan menuju satu tujuan yang sama yaitu Allah. Ibarat sebuah roda pedati dengan jeruji-jerujinya. Allah adalah porosnya dan agama-agama adalah jerujinya. Demikian ungkapan yang mereka lontarkan. Sehingga -dalam anggapan mereka- semua agama pada akhirnya akan mengantarkan pemeluknya ke surga. Sampai-sampai terdengar komentar dari sebagian orang, “Kalau surga hanya dihuni orang Islam, maka orang Islam pasti akan kesepian”. Subhanallah! Maha Suci Allah, sungguh ini adalah kedustaan dan kekafiran yang sangat besar. Maha Suci Allah dari apa-apa yang mereka ucapkan…
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, bukankah anda beriman terhadap al-Qur’an? Bukankah anda beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Allah ta’ala telah menegaskan di dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran : 19)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan kelak di akhirat dia pasti termasuk golongan orang-orang merugi.” (QS. Ali ‘Imran : 85)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku di antara umat ini, entah dia beragama Yahudi atau Nasrani kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak mengimani ajaran [Islam] yang aku bawa melainkan kelak dia pasti termasuk golongan penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Firman-Nya (yang artinya), “Mereka berkata: Jadilah kalian beragama Yahudi atau Nasrani niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk! Katakanlah: [Tidak] Akan tetapi kami akan mengikuti agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Baqarah: 135)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ibrahim bukanlah Yahudi, bukan pula Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang hanif/bertauhid dan seorang muslim, dan dia bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)
Ayat-ayat dan hadits di atas sangatlah jelas bagi orang yang mau tunduk kepada wahyu dan tidak sombong. Adapun orang yang sombong dengan logika dan perasaannya maka dia akan menolak serta enggan untuk meyakininya.

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Senin, 11 Agustus 2014

Al-Qur’an Dan As-Sunnah Jauh Lebih Berharga Daripada Dunia Beserta Seisinya

0 komentar | Baca Semua...
SaHa -
SEBERAPA BERHARGAKAH DUNIA UNTUKMU ?

Sungguh hati ini tidak ingn memiliki ambisi pada duniawi, walau memang dunia tiadak henti menggoda dan terus merayu dengan segala kemewahannya.
Tapi ketahuilah sesungguhnya al-Qur’an dan as-Sunnah jauh lebih berharga daripada dunia beserta isinya…

Diriwayatkan oleh imam Bukhary, Muslim dan imam hadits lainnya bahwa ketika perang Hunain Nabi mendapat harta rampasan perang (fa’i) yang sangat banyak, ribuan ekor unta, ribuan ekor kuda, ribuan ekor kambing dan puluhan kilogram emas dan perak dll.

Pasukan Nabi terdiri dari kaum Anshar dan Muhajirin, perang ini terjadi setelah penaklukan Mekkah (Futuh Mekkah). Harta rampasan perang itu kemudian Nabi bagi-bagikan kepada para Mu’allaf, para pembesar Quraisy, dan para Mujahidin dari Muhajirin dan hanya kaum Anshar yang tidak Nabi beri sedikitpun walaupun mereka juga ikut berperang.

Kaum Anshar Marah, dan kecewa atas sikap Nabi. Bahkan sebagian dari mereka berkata: “sungguh ini sangat mengherankan”. “Rasul telah kembali bertemu kaumnya”. Dalam hati kaum Anshar seakan-akan mereka marah merasa mereka telah Nabi lupakan.

Kemudian Nabi mengumpulkan mereka dan berkhutbah kepada mereka, dalam khutbahnya Nabi mempersilahkan kaum Anshar untuk menyebutkan jasa-jasa mereka terhadap Islam, diantaranya Nabi bersabda: “kalian bisa mengatakan; ‘engkau (Nabi) datang kepada kami (kaum Anshar) dalam keadaan didustakan lalu kami (kaum Anshar) mempercayaimu, engkau datang kepada kami dalam keadaan kalah lalu kami menolongmu, (engkau) datang dalam keadaan terusir, lalu kamh yang menampungmu dan melindungimu serta engkau datang dalam keadaan tidak punya apa-apa, lalu kami mencukupkanmu'”.

Kaum Anshar hanya bisa menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih besar anugerah dan jasanya”.
Nabi juga menjelaskan kepada mereka dengan bersabda: “wahai sekalian kaum Anshar, bukankah aku dapati kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah berikam kalian hidayah dengan sebah aku ? Dahulu kalian berpecah-belah, lalu Allah menyatukan hati kalian dengan sebab aku ?”


Kemudian Nabi menyebutkan kemuliaan kaum Anshar: “apakah kalian ridha orang-orang pulang dengan membawa kambing dan unta, sementara kalian pulang deogan membawa Nabi menuju rumah kalian ?. Seandainya bukan karena hijrah, pastilah aku termasuk kaum Anshar”.
“Anshar adalah baju yang menutupi tubuh”


di akhir khutbah Nabi mendo’akan mereka: “Ya Allah rahmatilah kaum Anshar, anak-anak dan cucu-cucu mereka”

orang-orang Anshar bersedih dan menangis, air mata mereka membasahi janggut-janggut mereka. Mereka menyadari bahwa sesungguhnya merekalah kaum yang paling berbahagia, saat yang lain mendapatkan harta yang fana dan pasti akan hilang, sedangkan mereka mendapatkan anugerah yang sangat besar yaitu Rasulullah. Nabi lebih berharga bagi mereka dari pada dunia beserta seisinya. Dan hendaklah kita pun menyadari itu bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah jauh lebih berharga dari pada dunia berserta seluruh isinya itulah pusaka yang Nabi wariskan untuk kita.

Untaian Syair Zainal Abidin -rohimahulloh-

0 komentar | Baca Semua...
SaHa -

لَيْس الغرِِيبُ غرِيبَ الشَّامِ وَاليمنِ إنَّ الغَريب غَريبُ اللحْد والكَفَنِ
Orang asing bukanlah orang yg merantau ke negeri syam atau yaman
Tp orang asing adl, org yg asing dalam liang lahad bersama kain kafan


إنَّ الغريبَ لَهُ حَق لِغُربَتِهِ علَى المُقِيمينَ فى الأوْطَانِ والسَّكَنِ
Sungguh orang yang terasing memiliki hak yang harus dipenuhi
Oleh penduduk daerah yang sedang dilaluinya


لاَ تَنْهَرَنّ غَرِيْباً حَالَ غُرْبَتِهِ الدَّهْرُ يَنْهَرُهُ بِالذُّلِّ وَالْمِحَنِ
Janganlah kau hardik orang asing ketika sedang dalam perantauan
Karena masa telah menghardiknya dengan kehinaan dan berbagai cobaan


سَفْرِي بَعِيْدٌ وَزَادِي لَنْ يُبَلِّغَنِي وَقُوَّتِي ضَعُفَتْ وَالْمَوْتُ يَطْلُبُنِي
Perantauanku jauh… padahal bekalku tidak mencukupi
Kekuatanku semakin rapuh… sedang kematian terus mencariku


وَلِي بَقَايَا ذُنُوْبٌ لَسْتُ أَعْلَمُهَا اللهُ يَعْلَمُهَا فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ
Aku tentu punya banyak sisa dosa, yang aku tak mengetahuinya
Allah mengetahui dosa-dosaku yang tersembunyi di saat bersendirian atau yang nampak


مَا أَحْلَمَ اللهَ عَنِّي حَيْثُ أَمْهَلَنِي وَقَدْ تَمَادَيْتُ فِى ذَنْبِي وَيَسْتُرُنِي
Betapa sayangnya Alloh padaku… krn telah menangguhkan hukuman-Nya
Bahkan Dia tetap menutupi dosaku… meski aku terus melakukannya


تَمُرُّ سَاعَاتُ أَيَّامِي بِلاَ نَدَمِ وَلاَ بُكَاءٍ وَلاَ خَوْفٍ وَلاَ حَزَنِ
Hari-hariku terus berjalan (dan aku terus melakukan dos-dosa)
Tanpa ada rasa penyesalan, tangisan, ketakutan, ataupun kesedihan


أَنَا الَّذِى أَغْلَقَ الأَبِوَابَ مُجْتَهِدًا عَلَى الْمَعَاصِي وَعَيْنُ اللهِ تَنْظُرُنِي
Akulah orang yang telah menutup pintu
Untuk giat dalam maksiat, padahal Mata Alloh selalu mengawasiku


يَا زَلَّة كُتِبَتْ فِي غَفْلَةٍ ذَهَبَتْ يَا حَسْرَة بَقِيَتْ فِي الْقَلْبِ تُحْرِقُنِي
Salah sudah tercatat, dalam kelalaian yang telah lewat
Dan sekarang, tinggal penyesalan di hati yg terus membakar diriku

Kata-kata Mutiara Islami Tentang Persahabatan

1 komentar | Baca Semua...
SaHa Sebetulnya persahabatan itu lebih unggul dibanding percintaan, Tanpa persahabatan percintaan akan berakhir, Secara umum sahabat sejati adalah sahabat yang dapat memaafkan segala kesalahan yang telah kita perbuat kepadanya. Dia tidak akan ingin mencelakakan kita, dan dia juga aktif memberikan pertolongan tanpa pamrih. 

Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme. selera mereka biasanya serupa dan mungkin saling bertemu, dan mereka menikmati kegiatan-kegiatan yang mereka sukai. Mereka juga akan terlibat dalam perilaku yang saling menolong, seperti tukar-menukar nasihat dan saling menolong dalam kesulitan

Berikut adalah beberapa kata-kata mutiara islami persahabatan dimana kumpulan kata mutiara ini diperoleh dari berbagai refrensi:

Sahabat adalah naungan sejuk keteduhan hati dan Api unggun kehangatan jiwa, karena akan dihampiri kala hati gersang kelaparan dan dicari saat jiwa mendamba kedamaian.


Sahabat kan mengisi kekuranganmu bukan mengisi kekosonganmu.


Dialah ladang hati, yang ditaburi dengan kasih dan dituai dengan penuh rasa terima kasih.


Ketika ia menyampaikan pendapat, kalbu tak kuasa menghadang dengan bisikan kata "tidak", dan tak pernah khawatir untuk menyembunyikan kata "ya"


Banyak sekali orang yang datang dan pergi dalam hidupmu, tetapi hanya sahabat sejatilah yang jejaknya masih tertinggal di hatimu.


Sahabat sejati hakikatnya adalah saudara kembar yang Tuhan lupa memberikannya kepada kita.


Sahabat sejati itu ibarat berlian, sangat berharga dan jarang memiliki, sedangkan sahabat palsu itu ibarat dedaunan, yang bisa ditemukan dimana saja.


Sahabat adalah seseorang yang selalu ada disampingmu, ketika kamu sakit untuk melihat ke belakang, atau takut melihat kedepan.


Sahabat sejati adalah mereka yang mampu membuat hal yang sederhana menjadi sesuatu yang membuatmu bahagia.


Rumput tidak akan mudah tumbuh dilahan yang ditanami sayur-sayuran. Hati tidak mudah timbul kebencian bila dipenuhi rasa persahabatan.


Persahabatan yang didasari oleh keikhlasan dan kasih sayang, akan melahirkan keabadian dalam kebersamaan.


Bila anda tidak pernah belajar makna persahabatan, anda benar-benar tidak belajar apa pun.


Persahabatan yang dibangun dalam bisnis lebih baik daripada bisnis yang dibangun dalam persahabatan.


Persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangannya.

Inilah 7 Syarat “Laa ilaaha illallah”

0 komentar | Baca Semua...
 
Syaikh Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah

الحمد لله وحده ، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ، وعلى آله وصحبه وبعد

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi anda petunjuk kepada ketaatan dan taufiq untuk mencintai Allah, bahwa kalimat yang paling agung dan paling bermanfaat adalah kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”. Ia adalah sebuah ikatan yang kuat dan ia juga merupakan kalimat taqwa. Ia juga merupakan rukun agama dan cabang keimanan yang paling utama.

Ia juga merupakan jalan kesuksesan meraih surga dan keselamatan dari api neraka. Karena kalimat inilah, Allah menciptakan para makhluk dan menurunkan Al Kitab serta mengutus para Rasul. Ia juga merupakan kalimat syahadat dan kunci dari pintu kebahagiaan. Ia juga merupakan landasan dan pondasi agama dan pokok semua urusan.

{ شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ } [آل عمران:18]

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Imran: 18)

Dan nash-nash yang menerangkan mengenai keutamaan, keagungan dan urgensinya sangatlah banyak dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

وفضائل هذه الكلمة وحقائقها وموقعها من الدين فوق ما يصفه الواصفون ويعرفه العارفون وهي رأس الأمر كله

“keutaman-keutamaan kalimat ini, hak-haknya, kedudukannya dalam agama itu melebihi dari apa yang bisa disifati oleh orang-orang dan melebihi yang diketahui oleh orang-orang, dan ia merupakan pangkal dari semua urusan”

Ketahuilah saudaraku, semoga Allah memberi anda taufiq dalam ketaatan, bahwa kalimat “Laa ilaaha illallah” tidaklah diterima dari orang yang mengucapkannya kecuali ia menunaikan haknya dan kewajibannya serta memenuhi syarat-syarat yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Yaitu 7 syarat yang penting untuk diketahui oleh setiap Muslim dan penting untuk mengamalkannya. Betapa banyak orang awam yang jika mereka berkumpul lalu ditanya mengenai syarat-syarat ini, mereka tidak mengetahuinya. Dan betapa banyak juga orang yang sudah menghafal syarat-syarat ini, namun ia lepaskan seperti lepasnya anak panah, ia terjerumus dalam hal-hal yang bertentangan dengan syarat-syarat tersebut.

Maka yang diharapkan adalah ilmu dan amal secara bersamaan, agar seseorang menjadi pengucap “Laa ilaaha illallah” yang sejati dan jujur dalam mengucapkannya. Dan menjadi seorang ahli tauhid yang sejati pula. Dan sungguh taufiq itu hanya di tangan Allah semata.

Dan salafus shalih terdahulu telah mengisyaratkan pentingnya syarat-syarat “Laa ilaaha illallah” dan wajibnya berpegang teguh padanya. Di antara perkataan mereka:
  • Riwayat dari Al Hasan Al Bashri rahimahullah, ketika ia ditanya: “orang-orang mengatakan bahwa barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah pasti akan masuk surga”. Al Hasan berkata:
 
من قال « لا إله إلا الله » فأدَّى حقها وفرضها دخل الجنة
barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, lalu menunaikan hak dan kewajibannya (konsekuensinya), pasti akan masuk surga
  • Al Hasan pernah berkata kepada Al Farazdaq, ketika ia menguburkan istrinya:
    ما أعددتَ لهذا اليوم ؟ قال : شهادة أن لا إله إلا الله منذ سبعين سنة، فقال الحسن : “نعم العدة لكن لـِ « لا إله إلا الله » شروطاً ؛ فإياك وقذف المحصنات
    apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu kelak)? Al Farazdaq berkata: syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70 tahun yang lalu. Lalu Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal. Namun Laa ilaaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka hendaknya engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita yang baik-baik

  • Wahab bin Munabbih ditanya, “bukanlah kunci surga itu adalah Laa ilaaha illallah?”, ia menjawab:
    بلى ؛ ولكن ما من مفتاح إلا له أسنان ، فإن أتيت بمفتاح له أسنان فُتح لك ، وإلا لم يُفتح لك ” ، يشير بالأسنان إلى شروط «لا إله إلا الله» الواجب التزامها على كل مكلف
    iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka“.
    Beliau mengisyaratkan gigi dari kunci untuk memaksudkan syarat-syarat Laa ilaaha illallah yang wajib dipegang teguh oleh setiap mukallaf.
Dan syarat-syarat Laa ilaaha illallah ada 7 seperti sudah disebutkan, yaitu
  1. Al Ilmu (mengilmui), dalam menafikan dan menetapkan. Kebalikannya adalah Al Jahl (kebodohan).
  2. Al Yaqin (meyakini), kebalikannya adalah Asy Syak dan Ar Rayb (keraguan).
  3. Al Ikhlash (ikhlas), kebalikannya adalah Asy Syirku (syirik) dan Ar Riya’ (riya).
  4. Ash Shidqu (membenarkan), kebalikannya adalah Al Kadzabu (mendustakan).
  5. Al Mahabbah (mencintai), kebalikannya adalah Al Karhu (membenci).
  6. Al Inqiyadu (menaati), kebalikannya adalah At Tarku (tidak taat).
  7. Al Qabulu (menerima), kebalikannya adalah Ar Raddu (menolak).
sebagian ulama menggabungkan syarat-syarat ini dalam 1 baris bait :

علمٌ يقينٌ وإخلاص وصدقك مع محبة وانقياد والقبول لها

“ilmu, yakin, ikhlas, jujurmu disertai dengan cinta, patuh dan menerima”
dan sebagian ulama yang lain juga membuat bait

وبشروطٍ سبعة قد قُيِّدت وفي نصوص الوحي حقاً وَرَدَت
فإنه لم ينتفـع قائلـها بالنطق إلا حيث يستكمِلــها
العلـم واليقين والقبــولُ والانقيــاد فادرِ ما أقولُ
والصدق والإخلاص والمحبـة وفَّقـك الله لما أحبـــه

dengan tujuh syarat yang telah dibuat, yang diambil dengan benar dari nash-nash wahyu
maka tidaklah bermanfaat orang yang mengatakannya (Laa ilaaha illallah) dengan lisan, kecuali menyempurnakannya
ilmu, yakin, menerima, patuh, pahamilah apa yang saya katakan ini
jujur, ikhlas, cinta, semoga Allah memberimu taufiq pada apa-apa yang Ia cintai

Kemudian, kami akan jelaskan kepada anda penjelasan dari masing-masing syarat tersebut dengan menyebutkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah:

1. Al Ilmu (ilmu)

Al ilmu di sini makna yang dimaksudkan adalah ilmu dalam menafikan dan menetapkan. Hal ini karena anda menafikan semua jenis ibadah kepada seleuruh sesembahan selain Allah, dan menetapkan semua ibadah hanya kepada Allah semata. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala :

{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } [الفاتحة:5]

hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)

Maksudnya, kami menyembah-Mu semata yaa Allah, dan tidak menyembah selain-Mu, kami meminta pertolongan kepada-Mu yaa Allah dan tidak meminta pertolongan kepada selain-Mu. Maka orang yang mengucapkan “Laa ilaaha illallah” wajib mengilmui makna dari “Laa ilaaha illallah” itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman:

{فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ } [محمد:19]

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS. Muhammad: 19)
Ia juga berfirman:

{إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ} [الزخرف:86]

kecuali mereka mengetahui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az Zukhruf: 86)
Para ahli tafsir menjelaskan, maksud dari “illa man syahida” adalah ‘kecuali mereka yang mengetahui’ apa yang mereka syahadatkan tersebut oleh lisan dan hari mereka”. Dari Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, akan masuk surga

2. Al Yaqin (meyakini)

Al Yaqin menafikan syakk dan rayb (keraguan). Maknanya, seeorang meyakini secara tegas kalimat “Laa ilaaha illallah”, tanpa ada keraguan dan kebimbangan. Sebagaimana Allah mensifati orang Mukmin:

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ } [الحجرات:15]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al Hujurat: 15)
Makna dari lam yartaabuu di sini adalah yakin dan tidak ragu.

Dan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan membawa keduanya ketika bertemu dengan Allah, akan masuk surga

Dan dalam Shahih Muslim, juga dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

barangsiapa yang engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa ilaaha illallah, dan hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya baginya berupa surga

3. Al Ikhlas (ikhlas)

Al Ikhlas menafikan syirik dan riya’. Yaitu dengan membersihkan amal dari semua cabang kesyirikan yang zhahir maupun yang samar, dengan mengikhlaskan niat untuk Allah semata dalam seluruh ibadah. Allah Ta’ala berfirman:

{أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ} [الزمر:3]

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik)” (QS. Az Zumar: 3)
Ia juga berfirman:

{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ} [البينة:5]

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5)
Dan dalam Shahih Al Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat kelak adalah orang yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya

4. Ash Shidqu (jujur)

Ash Shidqu menafikan al kadzab (dusta). Yaitu dengan mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” secara jujur dari hatinya sesuai dengan ucapan lisannya. Allah Ta’ala berfirman ketika mencela orang munafik:

{ إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ } [المنافقون:1]

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta” (QS. Al Munafiqun: 1).

Karena orang-orang munafik mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak secara jujur. Allah Ta’ala berfirman:

{ الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ } [العنكبوت:1-3]

Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut: 1-3).

Dan dalam Shahihain, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

tidak ada seorang pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya, kecuali ia pasti diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka

5. Al Mahabbah (cinta)

Al Mahabbah (cinta) menafikan al bughdhu (benci) dan al karhu (marah). Yaitu orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib mencintai Allah, Rasul-Nya, agama Islam dan mencintai kaum Muslimin yang menegakkan perintah-perintah Allah dan menjaga batasan-batasannya. Dan membenci orang-orang yang bertentangan dengan kalimat “Laa ilaaha illallah” dan mengerjakan lawan dari kalimat “Laa ilaaha illallah” yaitu berupa kesyirikan atau kekufuran atau mereka mengerjakan hal yang mengurangi kesempurnaan “Laa ilaaha illallah” karena mengerjakan kesyirikan serta kebid’ahan.
Ini dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

أوثق عرى الإيمان الحب في الله والبغض في الله

ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah
Dan yang juga menunjukkan disyaratkannya mahabbah dalam keimanan adalah firman Allah Ta’ala:

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ} [البقرة:165]

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah: 165).

Dan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ : أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Ada 3 hal yang jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena Allah, (3) ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka

6. Al Inqiyad (patuh)

Al Inqiyad (patuh) menafikan at tarku (ketidak-patuhan). Orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib untuk patuh terhadap syariat Allah dan taat pada hukum Allah serta pasrah kepada aturan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

{وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ } [الزمر:54]

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” (QS. Az Zumar: 54)
Dan Ia juga berfirman:

{وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ} [النساء:125]

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS. An Nisaa’: 125)
dan makna dari aslimuu dan aslama dalam dua ayat di atas dalah patuh dan taat.

7. Al Qabul (menerima)

Al Qabul (menerima) menafikan ar radd (penolakan). Seorang hamba wajib menerima kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan sebenar-benarnya dengan hati dan lisannya. Allah Ta’ala telah mengisahkan kepada kita dalam Al Qur’an Al Karim kisah-kisah orang terdahulu yang telah Allah beri keselamatan kepada mereka karena mereka menerima kalimat “Laa ilaaha illallah”, dan orang-orang yang dihancurkan serta dibinasakan karena menolak kalimat tersebut. Allah Ta’ala berfirman:

{ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ} [يونس:103]

Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Yunus: 103).
Ia juga berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ} [الصافات:35-36] .

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”” (QS. Ash Shaafaat: 35-36)

Demikian. Hanya kepada Allah lah kita semua memohon taufiq agar dapat menegakkan kalimat “Laa ilaaha illallah” sebenar-benarnya baik dalam perkataan, perbuatan dan keyakinan. Sungguh Allah lah semata yang memberi taufiq dan petunjuk kepada jalan yang lurus.

وصلى الله وسلم وبارك وأنعم على عبد الله ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Kebangkitan Islam Di Akhir Zaman

0 komentar | Baca Semua...
http://muslim.or.id/wp-content/uploads/2012/11/khilafah-300x197.jpg 
Saudara-saudaraku, jangan kalian salah sangka. Kebangkitan Islam di akhir zaman, tidak harus menunggu Imam Mahdi. Oleh karenanya janganlah putus asa dalam memperjuangkan Islam.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah mengatakan:

Ketahuilah saudaraku sesama muslim, bahwa banyak dari Kaum Muslimin sekarang ini telah melenceng dari kebenaran dalam (memahami) masalah ini. Diantara mereka ada yang hatinya yakin bahwa Negara Islam tidak akan berdiri kecuali dengan munculnya Imam Mahdi, dan ini adalah khurofat dan kesesatan yang dilemparkan setan ke dalam hati mereka yang awam, terutama mereka yang dari kelompok sufi, padahal dalam hadits-hadits tentang Imam Mahdi tidak ada keterangan yang menyatakan seperti itu sama sekali.

Bahkan semua hadits-hadits tersebut tidak keluar dari keterangan bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menyampaikan kabar gembira kepada Kaum Muslimin dengan munculnya seorang laki-laki dari keluarga beliau, dan beliau menerangkan banyak sifatnya, diantara sifatnya yang paling jelas: bahwa orang tersebut akan berhukum dengan Islam dan akan menyebarkan keadilan ke tengah-tengah umat manusia.
Jadi, dia sebenarnya termasuk diantara para pembaharu Islam yang diutus Allah pada setiap permulaan abad, sebagaimana keterangan itu telah shahih dari Beliau -shallallahu alaihi wasallam-.

Dan sebagaimana (kabar tentang adanya pembaharu Islam di setiap permulaan abad) itu tidak mengharuskan kita meninggalkan usaha menuntut ilmu agama dan mengamalkannya untuk memperbarui agama ini, begitu pula berita munculnya Imam Mahdi, seharusnya tidak menjadikan kita menyandarkan usaha kepadanya, tidak mempersiapkan diri, dan tidak beramal untuk menegakkan Hukum Allah di bumi.

Namun yang benar adalah sebaliknya (yakni giat dengan usaha-usaha tersebut), karena usaha Imam Mahdi tidak mungkin lebih hebat daripada usaha Nabi kita Muhammad -shallallahu alaihi wasallam-. (namun) Beliau selama 23 tahun berdakwah untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan pendirian Negara Islam.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh Imam Mahdi bila keluar hari ini, dan dia mendapati Kaum Muslimin berpecah belah dalam banyak kelompok dan golongan, sedang para ulama mereka -kecuali sedikit dari mereka- dijadikan sebagai para ‘dedengkot’ mereka.

Tentunya dia tidak mampu mendirikan Negara Islam, kecuali setelah dia menyatukan pandangan mereka, dan mengumpulkan mereka dalam satu barisan, di bawah satu bendera, dan tak diragukan lagi, ini membutuhkan waktu lama -wallahu a’lam berapa lamanya-.

Maka, dalil dari syariat dan logika menunjukkan akan adanya orang-orang yang ikhlas dari Kaum Muslimin yang akan melakukan kewajiban (memperbaiki umat) ini, sehingga ketika Imam Mahdi keluar, dia tinggal memimpin mereka menuju kemenangan, dan jika pun Imam Mahdi belum muncul di zaman mereka, maka mereka telah melakukan kewajiban mereka (memperbaiki umat ini), dan Allah berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ

Katakanlah (Muhammad): Beramallah kalian, maka Allah dan Rosul-Nya akan melihat amal kalian itu“. (QS. At-Taubah: 105).


[Sumber: Silsilah Ash Shahihah: 4/42].

Ketika Hidayah Datang

0 komentar | Baca Semua...
Assalamualaikum,

ini post pertama saya di blog ini, Semoga Bermanfaat sobat,
Renungi dan Ambillah hikmah dari kisah berikut.

---------------- | -----------------

Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Riyadh. Tapi sang pelaku berharap kisahnya dapat disebarkan agar dapat memberikan manfaat kepada siapa pun.
Dahulu aku adalah seorang remaja putri yang nakal. Aku mengecat rambutku dengan warna warni setiap waktu dengan mengikuti mode yang sedang trend. Aku juga mengenakan pewarna kuku yang nyaris tidak pernah kuhapus, kecuali untuk merubah warnanya. Abayaku hanya kuletakkan di atas pundakku agar dapat menarik perhatian para pemuda. Aku sengaja ke pasar dengan memakai wewangian dan perhiasan yang menarik. Iblis benar-benar telah menggodaku untuk melakukan semua dosa, yang kecil mau pun yang besar. Lebih dari itu semua, aku tidak pernah sujud kepada Allaah sekali pun. Aku bahkan tidak tahu bagaimana mengerjakan shalat.

Artikel

Aqidah

Kata Mutiara

Manhaj

Artikel Populer

Daftar Blog Teman

Welcome

Thanks for visit on this blog | SaHa 2014, Read more About SaHa Network © on this
Flag Counter