Sabar Adalah Kunci !
-
Dalam hidup itu ada saatnya kita mendapati kesusahan dan kepedihan,
terkadang kita membutuhkan seseorang yang mampu membantu kita dalam
ketertinggalan i...
You are here: Home »Unlabelled » Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (2): Macam-Macam Tauhid dan Faedahnya
Selasa, 12 Agustus 2014
Oleh: Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu
Soal 1:
Apa maksud Allah mengutus para Rasul?
Jawab 1:
Allah mengutus para Rasul supaya mereka berda’wah mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi syirik, sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Artinya: “Dan sungguh telah kami utus kepada setiap umat itu seorang rasul (agar menyeru kepada umat-nya): Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (Terj. An-Nahl: 36)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ألأنبياء إخوة …… ودينهم واحد {حديث صحيح متفق عليه
Artinya: “Para Nabi itu bersaudara dan dien mereka satu.” (Hadits shohih riwayat Bukhori)
-
Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah?
Jawab 2:
Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan-Nya seperti menciptakan, memelihara dan sebagainya. Allah berfirman:
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” (Terj. Al-Fatihah: 2)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أنت رب اسموات ولأرض
Artinya: “Engkaulah Rabb langit dan bumi.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-
Soal 3:
Apa yang dimaksud Tauhid Uluhiyah?
Jawab 3:
Tauhid Uluhiyah adalah mentauhidkan Allah dalam beribadah seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar dan sebagainya. Allah berfirman:
وَإِلَـهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Dan Ilahmu itu adalah ilah yang satu, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang.” (Terj. Al-Baqarah: 163)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فليكن أول ماتدعوهم إليه شهادة أن لاإله إلا الله
Artinya: “Maka hendaklah yang pertama kamu serukan kepada mereka adalah persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Bukhari:
إلي أن يواحدوا الله
Artinya: “Sampai mereka mentauhidkan Allah.”
-
Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifatillah?
Jawab 4:
Tauhid Asma’ dan Sifat adalah menetapkan semua sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sebagaimana Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati-Nya dalam hadits shohih sesuai dengan hakekatnya tanpa ta’wil, tafwidh, tamtsil, dan tanpa ta’thil (*), seperti istiwa’, turun (ke langit dunia), dan lain-lain yang menuju pada kesempurnaan-Nya.
Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, sedang Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ينزل الله في كل ليلة في سماء الدنيا
Artinya: “Allah turun ke langit dunia pada setiap malam.” (Hadits shohih riwayat Muslim)
Maksudnya, turunnya Allah itu sesuai dengan kemuliaan-Nya, tidak menyerupai turunnya salah satu dari makhluk-Nya.
(*)
1. Ta’wil di sini yang dimaksud sesungguhnya adalah tahriif. Ahlul bid’ah sengaja menyebut diri mereka ahli ta’wil untuk melariskan kebid’ahan mereka. Padahal pada hakekatnya semua itu adalah tahriif. Arti tahriif adalah merubah lafazh (teks) dan makna (pengertian) nama-nama atau sifat-sifat Allah, seperti pernyataan golongan Jahmiyah (pengikut Jahm bin Sofwan) mengenai Istawa yang mereka ubah menjadi Istawla (menguasai), dan sebagian ahli bid’ah lain yang menyatakan arti al-ghadhab (marah) bagi Allah adalah kehendak untuk menyiksa, dan makna ar-rahmah adalah kehendak memberi nikmat. Semua ini adalah tahriif. Yang pertama tahriif lafzhi (tekstual) dan yang berikutnya adalah tahriif secara makna.
2. Tafwidh artinya menyandarkan makna atau interpretasi dari kalimat-kalimat yang menunjukkan nama dan sifat Allah Ta’ala kepada Allah. Misalnya, kalimat يذ الله (tangan Allah), yang mengetahui maknanya adalah Allah. Pernyataan ini adalah ucapan ahlul bid’ah yang paling buruk. Tidak ada satupun salafus shaleh yang berbuat demikian. Bahkan seperti yang ditegaskan oleh Imam Malik ketika ditanya, bagaimana istiwa’ itu? Beliau menjawab, istiwa’ sudah kita ketahui maknanya, al-kaifu (bagaimana hakekatnya) tidak dikenal, beriman bahwa Allah istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy hukumnya wajib. Mempertanyakan bagaimana (hakekat bentuknya) adalah bid’ah.
3. Tamtsil artinya menyerupakan atau menyamakan. Maksudnya menetapkan adanya sifat-sifat Allah dan menyatakan sifa-sifat itu sama dengan sifat makhluk-Nya. Sedangkan prinsip Ahlus Sunnah dalam menyatakan bahwa Zat Allah tidak sama seperti zat kita atau mirip zat kita dan seterusnya. Begitupula dengan sifat-Nya. Ahlus Sunnah tidak mengatakan bahwa sifat Allah seperti sifat yang ada pada kita. Kita tidak akan mengatakan tangan-Nya seperti tangan kita, kaki-Nya seperti kaki kita dan seterusnya. Namun wajib atas setiap mu’min untuk tetap berpedoman dengan firman Allah:
ليس كمثله شي ء
Artinya: “Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya.” (Terj. Asy-Syura: 11)
Dan:
هل تعلم له سميا
Artinya: “Adakah kamu tahu ada yang sama dengan-Nya?” (Terj. Maryam: 65)
Adapun maksud kedua ayat ini adalah bahwasanya tidak ada satupun yang menyerupai dan menyamai-Nya.
4. Ta’thil artinya meniadakan dan menghapus atau mengingkari semua sifat dari Allah. Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya melakukan hal ini. Karena itulah mereka dinamakan juga Mu’aththilah (pelaku ta’thil). Pendapat mereka ini sangat jelas kebaitlannya. Tidak mungkin di dunia ini ada satu zat yang tidak mempunyai sifat. Al-Qur’an dan As-Sunnah menyebutkan adanya sifat-sifat Allah itu dan sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
5. Kami tambahkan di sini satu prinsip lagi yang belum disebutkan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yaitu At-Takyiif yang artinya mempertanyakan ‘bagaimana bentuk hakekat’ sifat Allah yang sesungguhnya. Maka diantara prinsip Ahlus Sunnah dalam masalah sifat ini adalah tidak mempertanyakan: Bagaimana istawa’ Allah, bagaimana tangan-Nya, bagaimana wajah-Nya? Dan seterusnya. Karena membicarakan sifat itu sama halnya dengan membicarakan zat. Sehingga, sebagaimana Allah mempunyai Zat yang tidak kita ketahui hakekat bentuknya, maka demikian pula sifat-sifat-Nya, kita tidak mengetahui bagaimana hakekat dan bentuk atau wujud sifat itu sesungguhnya. Dan juga karena tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Allah, maka semua itu harus diiringi pula dengan keimanan kita terhadap hakekat maknanya. (Maksudnya, arti kata dari sifat itu kita ketahui tapi hakekat bentuk atau wujudnya seperti apa kita tidak tahu, wallahu a’lam -ed).
-
Soal 5:
Dimana Allah?
Jawab 5:
Allah itu tinggi di atas ‘Arsy di atas langit. Firman Allah:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya: “Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) yang tinggi di atas ‘Arsy.” (Terj. Thaaha: 5)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن الله كتبا …… فهو عنده فوق العرش
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menuliskan takdir, dan kitab catatan takdir itu ada di sisi-Nya di atas ‘Arsy.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-
Soal 6:
Apakah Allah bersama kita?
Jawab 6:
(Ya). Allah bersama kita dengan pendengaran-Nya, penglihatan-Nya dan ilmu-Nya (**), seperti firman Allah:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya: “Janganlah kamu berdua takut, karena sesungguhnya Aku bersama kamu berdua (Musa dan Harun) sedangkan aku mendengar dan melihat.” (Terj. Thaha: 46)
Dan sabda Rasulullah:
إنكم تدعون سميعا قريبا وهو معكم )أي بعلمه(
Artinya: “Sesungguhnya kalian berdo’a kepada yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia senantiasa bersama kalian (yakni, dengan ilmu-Nya).” (Hadits riwayat Muslim)
(**)
Maksudnya di sini, Allah mendengar semua pembicaraan (rahasia maupun terang-terangan), melihat dan mengetahui semua tindak tanduk hamba-hamba-Nya, wallahu a’lam.
-
Soal 7:
Apa faedah tauhid?
Jawab 7:
Faedah tauhid adalah untuk memperoleh keamanan dan keselamatan dari siksa di akhirat, mendapatkan hidayah (petunjuk) Allah di dunia dan menutup atau menghapus dosa-dosa.
Firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Terj. Al-An’am: 82)
“Kezaliman” yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan. (***)
(***)
Sebagaimana disebutkan dalam shahih dari Ibnu Mas’ud ketika dibacakan ayat ini, mereka mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapa dari mereka yang selamat dari kezhaliman? Tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
ليس كما تقولون ، ألم تسمعوا قول لقمان
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيأ
Artinya: “Hak hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.” (Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim)
-bersambung insya Allah-
Artikel Lain
0 Comments
Tweets
Langganan:
Posting Komentar (Atom)